Ini adalah seputar isi otak gue yang tanpa sengaja gue tuangkan dalam format cerpen. Silahkan dinikmati jika berminat. *bow*
Pada jaman dahulu kala, (well gue
ngambilnya plot jaman dulu biar berasa lagi dongeng) di suatu negara bernama
Basburg, tepatnya di daerah District 7 hiduplah seorang lelaki bernama Ilyusha
Krat dan kedua adiknya yang bernama Lem Krat (12thn) dan Lirin Krat (8thn).
Disini bukan maksudnya lem itu sejenis lem powerglue ya, namanya memang Lem.
Mereka tinggal disebuah rumah yang berada di tengah padang bunga. Bisa
dibayangin betapa susahnya nyari supermarket disana.
Ilyusha adalah lelaki berumur 18
tahun yang hanya hidup bersama kedua adiknya, orangtua mereka telah meninggal
dalam insiden kebakaran di rumah mereka terdahulu. Ia menghidupi kedua adiknya
dengan menjadi seorang pelayan di sebuah toko di kota tempat mereka tinggal.
Ilyusha mempunyai panggilan khusus dari kedua adiknya, yaitu 'Lab-niichan'
kepanjangan dari 'Labrador-niichan' dia dipanggil seperti itu karena
kegemarannya meminum Labrador Tea atau Rhododendron tomentosum.
Ribet bener ye itu nama teh. Hal unik lainnya terdapat di struktur wajahnya yang
mendekati cantik daripada tampan. Ya, bisa dibilang dia itu lelaki cantik.
Dengan kulit seputih salju, rambut soft grey mendekati putih, iris violet dan
ukuran badan yang tidak proporsional untuk ukuran laki-laki. Terkadang sepulang
bekerja, dia sering digoda lelaki-lelaki jalanan yang mengiranya sebagai
wanita.
Pada suatu senja,
saat Ilyusha pulang dari kota (bekerja) ia menemukan rumahnya dalam keadaan
kosong. Ilyusha panik karena mengira sesuatu terjadi pada kedua adiknya. Belum
sempat ia melangkah keluar untuk mencari mereka, sayup-sayup terdengar suara
Lem yang rusuh(?) meneriaki namanya dengan wajah panik
"Lab-niichaaaaaaaan, Lab-niichaaaaaaaaaan"
"Lem? ada
apa?" tanya Ilyusha yang tak kalah paniknya, "mana Lirin? sesuatu
terjadi padanya? kenapa kau datang dari arah hutan?" cerocos Ilyusha yang
sukses membuat Lem gondok. 'Belom juga ambil napas, udah nyerocos aje nih abang
gue' batin Lem. "a-anoo, di sana! di sana! di sana ada lelaki yang
terluka, niichan! Lirin sedang menungguinya di sana! ayo! cepat kita ke
sanaaa!" balas si Lem, sembari(?) menunjuk-nunjuk ke arah hutan. Dia ikut
nyerocos juga rupanya, ngga mau kalah dari abangnya. Mereka berdua pun menuju
kearah hutan dan menemukan Lirin yang sedang duduk di samping seorang lelaki berkacamata
yang terluka.
"Lirin!"
panggil Ilyusha “kau tak apa? apa kau terluka?” tanya nya lagi dengan wajah
panik. "niichan! pemuda ini terluka! ayo kita bawa ke rumah dahulu"
bukannya ngejawab pertanyaan niichannya dia malah khawatir sama si pemuda
misterius ini ternyata, sungguh baik sekali dirimu nak.
Sesampainya di
rumah, Ilyusha segera membaringkan si pemuda misterius ini di sofa, ia menyuruh
kedua adiknya untuk membersihkan luka di tubuh si pemuda itu sementara ia
sendiri membuat herb tea. Setelah selesai, ia kembali ke ruang depan (sofa
tempat si pemuda misterius terbaring) dan melihat keadaannya. "sepertinya
lukanya tidak terlalu parah" gumamnya. Ilyusha pun meminumkan herb tea itu
menggunakan sendok, sedikit demi sedikit supaya si pemuda tersebut dapat menelannya.
Karena sudah larut malam, Ilyusha menyuruh kedua adiknya untuk tidur sementara
ia sendiri membaca buku yang baru saja ia beli di sofa sebelah si pemuda
misterius itu terbaring. Ilyusha tanpa sadar, tertidur disela kegiatannya itu-membaca
buku. Ah, itu memang sudah menjadi hal yang biasa untuk Ilyusha, tertidur saat
membaca.
Keadaan sudah sangat
sepi ketika akhirnya si pemuda misterius itu membuka matanya. Wajar saja, jam
sudah menunjukan pukul 01.30 dinihari. "dimana ini?" tanyanya
dengan suara lirih, masih belum sadar sepenuhnya. Ilyusha yang memang
pendengarannya sangat sensitif, langsung membuka matanya dan melihat ke arah
pemuda tersebut. "ah kau sudah sadar ya.." jawab Ilyusha sambil
mengusap matanya. Pemuda tersebut menoleh ke sumber suara dan menemukan wanita
(ya, dia menyangka Ilyusha sebagai wanita) cantik yang sedang memandangnya
dengan wajah antara khawatir dan mengantuk, "Ma-maaf mengganggu tidur
anda, nona. Kalau saya boleh tahu, ini dimana?" Ilyusha mengerutkan dahi
saat mendengar sesuatu yang janggal keluar dari mulut sang pemuda
"no-nona?" tanya Ilyusha. Sang pemuda bingung atas pertanyaan Ilyusha
"iya, kau ini wanita kan?" jawab sang pemuda dengan wajah polos.
"saya ini lelaki, tuan!" jawab Ilyusha sebal, karena lagi-lagi dikira
wanita. Sang pemuda tersebut tertegun melihat ekspresi lelaki cantik di
depannya ini 'imut sekali wajah kesalnya itu' batinnya, dan tanpa sadar ia
tertawa kecil. "t-tuan? apa ada yang lucu? kenapa anda tertawa?"
tanya Ilyusha dengan wajah polosnya yang membuat pemuda tersebut seketika
tertawa lepas. "ah maaf, maaf non--ah maksudku maafkan aku karena tidak
sopan, tapi wajahmu sangat menggemaskan saat sedang marah" celetuk sang
pemuda yang sukses membuat Ilyusha bersemu mendengarnya. “ah iya, namaku Xin—ah..Castor”
lanjutnya sambil menampakan senyum terbaiknya. “dan.. dimana ini?” tanyanya
lagi. “a—ah sa-saya Ilyusha, Ilyusha Krat” jawab Ilyusha gugup “tapi kedua adik
saya memanggil saya Labrador... dan ini di rumah saya, kedua adik saya yang
menemukan anda di hutan” lanjutnya.
“Ilyusha... nama
yang bagus, dan jangan terlalu sopan seperti itu, kurasa kita seusia. Dan kalau
boleh aku ingin memanggilmu ‘Lab’ saja”
“a-ah tentu, tak masalah. Saya.. e—eh, aku
akan membuatkan herb tea dahulu untukmu” jawab Ilyusha yang langsung berdiri
dan beranjak ke dapur untuk membuat herb tea.
-dapur-
'kenapa aku menjadi
sangat gugup didepannya? tapi ia cukup tampan untuk pemuda seusianya' batin
Ilyusha "eh?! apa yang barusan kupikirkan?!" jerit Ilyusha. Untung
saja suaranya terlalu lembut untuk bisa terdengar sampai ke ruang depan.
-ruang depan-
Castor mengedarkan
pandangannya ke seluruh penjuru ruangan itu dan matanya terhenti kala ia
melihat bingkai foto di meja tak jauh dari tempatnya duduk. Ia pun memutuskan
untuk melihat benda itu lebih dekat. 'pemuda ini... Ilyusha.. memang terlalu
cantik untuk ukuran pemuda seusianya, bukan salahku kalau aku sempat mengiranya
sebagai wanita' batin Castor saat melihat foto Ilyusha saat sedang tersenyum
lembut dengan memegang sebuah pot kecil.
“Castor-san? Apa
yang sedang anda—maksudku kau lakukan?” tanya Ilyusha dengan sebuah cangkir
kecil di tangannya. Herb tea. “ah maaf, aku hanya sedang melihat-lihat” jawab
Castor yang langsung menghampiri Ilyusha. Ilyusha memberikan herb tea tersebut
kepada Castor yang langsung diterima dengan wajah bingung. “ini apa? Kenapa ada
bunga di dalamnya?” tanyanya. “ah ini herb tea, aku membuatnya dengan campuran
tanaman obat yang ada di kebun belakang, ini dapat menyembuhkan luka-lukamu”
jawab Ilyusha dengan senyum lembut. “ah iya, karena ini masih terlalu pagi
untuk melanjutkan percakapan, sebaiknya kau tidur setelah meminum herb tea ini,
kau bisa tidur di kamar ku, aku akan tidur di kamar adik-adikku” lanjutnya
lagi, masih dengan senyum lembutnya itu. “ah ya, aku akan meminum teh ini di
kamar saja. Dan maaf karena aku sudah merepotkanmu. Sangat merepotkanmu
tepatnya” jawab Castor. “tak masalah, baiklah mari ku antar ke kamarku” kata
Ilyusha yang langsung berjalan ke kamarnya, diikuti Castor. Sesampainya disana,
Ilyusha langsung pamit untuk tidur dan meninggalkan Castor sendiri yang
langsung masuk ke ruangan tersebut.
-kamar Ilyusha-
Saat memasuki
ruangan tersebut, hanya satu kata yang terdapat di pikiran Castor. Indah. Ya
kamar Ilyusha memang indah dengan banyak ornamen tanaman rambat yang memenuhi
dinding kamarnya tersebut, namun tidak terkesan seram karena terdapat
bunga-bunga kecil yang turut menghiasi dinding kamarnya itu. “Ilyusha.. bukan,
Labrador.. ternyata kau memang berbeda dari kebanyakan pria, tapi ntah mengapa
aku merasa nyaman didekatmu” gumam Castor dengan senyum lembut sebelum akhirnya
ia memejamkan mata dan beranjak ke dunia mimpi.
-Minggu pagi, pukul
09.00am-
(di sini langsung
pake ‘Labrador’ supaya gampang) Labrador masih berada di alam mimpi saat
tiba-tiba Lirin mengguncangkan tubuhnya dengan tidak elit. “niichaaaan
banguuuun” teriak Lirin dengan suara cemprengnya “mh? A-ada apa?” yang
diteriaki hanya menjawab sambil mengusap matanya dengan tenang, karena dia lagi
ngumpulin nyawanya yang masih bececeran ntah di mana, maklum udah biasa
diteriakin sih. Tanpa ba bi bu, Lirin langsung menarik tangan Labrador yang
sontak membuatnya berdiri dan mengikuti Lirin “he-hei! Lirin! Ada apa? Mengapa
kau menarik------ku?” jawab Labrador yang sempat tertegun saat melihat meja
makan yang penuh dengan makanan, dan di sela kebingungannya, Lem nyahut(?)
“niichan, Castor-nii pinter masak juga loh, sekarang niichan punya saingan”
dengan kalemnya sambil nerusin makan sandwich nya.
Setelah pertemuan
tersebut, Castor menetap di rumah Labrador dan ikut bekerja di tempat Labrador
bekerja. Mereka hidup damai seperti layaknya keluarga lengkap dengan Castor dan
Labrador sebagai orangtua dan Lem Lirin sebagai anak. Dan sedikit demi sedikit
perasaan Castor terhadap Labrador pun kian membesar, bukan hanya sebatas sayang
terhadap teman, tapi ia menginginkan lebih dari itu. Ia tahu itu salah, tapi
dimanapun cinta berada, ia tak dapat memilih siapa orang yang akan dicintainya
karena cinta berasal dari hati dan berakhir dengan keegoisan seseorang yang
ingin memiliki orang yang ia cintai hanya untuk dirinya, bukan untuk orang
lain.
Seperti saat ini,
saat Castor sedang membantu Labrador di kebun belakang, sesungguhnya Labrador
ingin sekali tertawa saat melihat Castor kebingungan menggunakan berbagai macam
alat kebun. “Lab, gunting macam apa ini? Kenapa aku tak bisa menggunakannya?
Tanya Castor frustasi. Labrador tertawa kecil dan menunjukan cara
menggunakannya. Castor pun mengikuti apa yang diajarkan Labrador dan dengan jahil
memotong sebuah bunga yang sewarna dengan iris violet Labrador dan menyelipkannya
di telinga pria cantik tersebut. “kau cantik Lab” tambah Castor dengan senyum
tak berdosanya. Yang dibilang cantik hanya bisa merona sebelum akhirnya
tersadar dan “aku ini lelaki Castor!” terlihatlah wajah imut Labrador yang
sangat di sukai Castor.
Hari demi hari berlalu, sudah 3 bulan
sejak pertemuan pertama mereka, Lab pun tahu bahwa sebenarnya Castor adalah
seorang bangsawan yang melarikan diri karena ia tidak tahan terhadap sikap
ayahnya. Castor berasal dari sebuah God House di district 6. Namanya adalah Xin
Lu Hausen, ia lalu mengganti namanya menjadi Castor. Castor sendiri mempunyai
hobi unik yaitu membuat boneka. Ya, Lab mengetahuinya saat ia tidak sengaja
menemukan Castor ditengah padang bunga yang sedang asik dengan sebongkah kayu
kecil yang ia temukan di hutan dan sedang membentuknya menjadi sebuah boneka
kecil. Lab mengamatinya dalam diam. Diam karena kagum melihat tangan terampil
Castor saat sedang membentuk bongkahan kayu tersebut. Sedikit demi sedikit
bentuk wajah boneka itu mulai terlihat, “rasanya aku tidak asing dengan wajah
boneka itu” celetuk Lab yang berhasil membuat Castor terkejut dan menoleh ke
sumber suara. “a-ah Lab.. mm.. apa yang kau lakukan di sini?” tanya Castor yang
langsung menaikan frame kacamatanya—kebiasaan saat sedang gugup—ia benar-benar
terkejut karena Lab menemukannya saat sedang seperti ini, bukan karena ia tidak
ingin terlihat sedang membuat boneka, terlebih karena model dari boneka itu
adalah Lab sendiri. “ng.. aku sedang mencarimu karena kau tidak di rumah, ku
kira kau pergi jadi aku keluar dan tidak sengaja menemukanmu di sini. Aku tak
tahu kau terampil membuat boneka” lanjutnya, ia pun duduk di samping Castor dan
menatapnya dengan wajah bertanya. “eh i-ini memang sudah hobiku sejak kecil...
mungkin karena aku merindukan sosok ibuku yang jarang kutemui, model boneka
pertamaku adalah ibuku sendiri” jawab Castor dengan senyum sedih. Lab yang
menyadari raut wajah Castor pun mengalihkan pembicaraan “ah iya aku masih
memikirkan wajah bonekamu itu.. aku seperti pernah melihanya..” jawabnya dengan
raut wajah seperti sedang berfikir. ‘oh ayolah Lab, itu adalah dirimu sendiri,
sampai kapan kau tidak akan menyadari perasaanku terhadapmu’ batin Castor saat
melihat Lab berpikir keras, dahinya sedikit berkerut sambil tetap melihat wajah
boneka tersebut. Castor mengacak lembut rambut Lab dan langsung meneruskan
kegiatannya yang sempat tertunda, tanpa berkata apapun.
Mereka duduk dalam diam. Castor
sedikit tersenyum saat menyadari bahwa bonekanya sudah hampir selesai, hanya
detail-detail kecil yang harus di bentuk. Dan tanpa ia sadari, mata Labrador
sebenarnya bukan hanya mengamati tangan terampilnya, tapi juga raut wajahnya
saat sedang bekerja. Lab sangat menyukai senyum Castor yang entah mengapa sering
sekali membuatnya berdebar. Ya, sebenarnya mereka memiliki perasaan yang sama,
hanya saja Lab menekan perasaannya itu karena suatu hal. “ah akhirnya selesai
juga” perkataan Castor membuat Lab tersadar dari lamunanya. “ini... untukmu”
lanjut Castor sambil menyodorkan boneka tersebut dengan senyum lembutnya. “a-ah
i—iya terimakasih” jawab Lab gugup, takut Castor menyadari kalau ia
mengamatinya sejak tadi “eh? I-ini.. ini adalah... aku?”
“sampai kapan kau akan bersikap
seperti tak menyadari perasaanku Labrador?” tanya Castor dengan raut wajah
serius, ia menatap iris violet Labrador tanpa ragu.
“eh? A-apa maksudmu Castor?”
Kemudian Castor menggenggam kedua
tangan Labrador “perasaanku padamu bukan hanya perasaan sebatas teman, tapi aku
mencintaimu Lab, aku tau ini salah tapi aku tak dapat membohongi diriku
sendiri, aku mencintaimu Ilyusha” yang bersangkutan tak mampu mengucapkan
apapun.
‘bolehkah aku percaya dengan lelaki
ini? Tapi kalau aku mengatakan perasaanku, aku takut kejadian itu akan terulang
lagi, aku takut’ batin Labrador
“Lab..”
Labrador tersadar dari pergolakan
batinnya, saat suara Castor terdengar di telinganya “eh a-ah maafkan aku Cast,
tapi aku... aku tak bisa membalas perasaanmu, dan mungkin sebaiknya kau
hilangkan perasaanmu itu, aku tak mau kau terus memikirkanku sementara aku sama
sekali tak peduli padamu” ‘bohong kalau aku tak peduli pada orang sebaik dirimu
Castor, tapi sebaiknya memang ini yang ku lakukan, aku tak mau kehilangan
orang-orang yang berharga bagiku hanya demi keegoisanku semata, lebih baik
seperti ini’
Castor hanya mematung mendengar
pernyataan Labrador yang cukup menohok baginya. “tak peduli? Begitukah? Setelah
apa yang kau lakukan pada ku, kau bilang kau tak peduli padaku Lab?”
“i-itu... itu bukan urusanmu”
Labrador berkata dengan lirih lalu bergegas meninggalkan Castor yang masih
mematung setelah mendengarkan perkataannya tersebut.
Sejak kejadian di padang bunga yang
tidak enak untuk saya ceritakan kembali, Labrador sedikit menghindari Castor,
ia selalu menolak saat Castor ingin bicara dengannya, selalu menghindari kontak
mata dengan Castor dan selalu menghindari apapun yang berhubungan dengan pria
berkacamata itu. Castor hanya menghela nafas melihat tingkah Labrador, sampai
di suatu malam saat ia benar-benar tak tahan dengan sikap pria cantik tersebut,
ia lalu menunggu Lab pulang untuk membicarakan semuanya dan tanpa sengaja
melihat kamar Lab-kamar LemLirin yang Lab tempati- terbuka, Castor sedikit
mengintip ke dalam dan tanpa sadar masuk ke dalam kamar tersebut saat melihat
sebuah buku kecil di atas tempat tidur. Ia pun menghampiri ranjang dan meraih
buku tersebut, ia langsung dapat mengenali buku itu dari sampulnya yang
tertutup oleh tanaman rambat yang seperti sungguhan. Perlahan, ia membuka
lembar demi lembar buku tersebut dan kagum dengan apa yang ia lihat, tulisan
tangan Labrador cukup indah mengingat dirinya yang seorang lelaki, Castor terus
membalik halaman demi halaman buku tersebut sampai matanya terpaku pada segaris
tulisan yang menarik matanya untuk tetap menatap lembaran tersebut. “Ego?”
tanpa sadar Castor menggumamkan judul yang tertera pada lembaran buku di
tangannya.
-Ego-
Cinta memanglah suatu keegoisan
yang dimiliki setiap manusia, tergantung manusia itu ingin menggunakannya atau
tidak.
Aku pun salah satu dari sekian
manusia yang memiliki perasaan tersebut. Bohong kalau di bilang aku tak
mempunyai hal itu dalam diriku di saat ada seseorang yang sama egoisnya
denganku baru saja mengutarakan perasaannya secara lepas seakan aku layak
untuknya.
Castor.
Seseorang yang telah merebut
seluruh perhatianku sejak pertama aku melihatnya.
Seseorang yang mampu membawa musim
semi di dalam hatiku
Seseorang yang tanpa aku sadari
sudah menghuni hatiku
Saat ini aku hanya berharap bahwa
Tuhan mengizinkanku menggunakan keegoisanku untuk terus bersamanya, bukan.
Setidaknya, hanya untuk melihat senyumnya. Senyum yang selalu membawa
ketenangan untukku. Senyum yang selalu mengatakan bahwa semua akan baik-baik
saja.
Aku tidak ingin Tuhan membawa pergi
Castorku sama seperti Ia membawa pergi seluruh orang yang kucintai saat aku
menggunakan keegoisanku. Hanya itu yang kutakutkan saat ini.
“Castor? A-apa yang kau lakukan di
sini... dan apa yang kau lakukan dengan buku itu?” suara Labrador menyadarkan
Castor “....Lab..” Castor segera memeluk pria beriris violet tersebut, tak
peduli apakah yang bersangkutan suka atau tidak, hanya itu yang ingin ia
lakukan sekarang. Memeluk orang yang di cintainya seakan ia baru saja
menjangkau bintang di langit.
“apa yang kau takutkan Lab? Apa kau
takut aku meninggalkanmu? Apa aku seperti seseorang yang tak bisa kau percaya?
Apa aku—“
“kau seseorang yang sangat berharga
bagiku, seperti yang sudah kau baca dalam buku itu, lembaran yang kau baca
pastilah tentang Ego” Labrador tersenyum sedih “semua orang yang berharga
bagiku, yang aku cintai selalu pergi setelah aku mengatakan pada mereka bahwa
aku mencintai mereka lebih dari apapun dan tak mau kehilangan mereka, Tuhan
tidak adil, kenapa Ia membawa pergi semua yang berharga bagiku” sekarang ia tertawa
pelan tapi iris violetnya mengeluarkan air mata yang sedari tadi ia tahan.
Castor memeluknya erat –protektif, tak akan melepaskan pemuda dalam pelukannya
ke dalam kesedihan yang berlanjut- “Lab, Tuhan itu adil. Buktinya Ia mengirimku
ke sini, untukmu, untuk menggantikan semua orang berharga yang telah Ia ambil
dan mengantikannya dengan kehadiranku di sisimu” Labrador tertegun mendengar
ucapan Castor, ia beranikan diri untuk melihat iris Mahogany milik Castor. Tak
ada keraguan pada iris tersebut, hanya ada ketenangan yang entah sejak kapan
menjalar pada tubuhnya sendiri. Perlahan Castor menghapus jejak air mata di
sudut mata Labrador. “mata indahmu tidak seharusnya mengeluarkan air mata, Lab”
“e-eh mataku tidak indah, jangan
mengatakan hal seperti itu” Labrador menunduk, menyembunyikan semburat merah
muda yang perlahan muncul di kedua pipinya. Perlahan Castor menyentuh dagu
pemuda cantik tersebut dan mempertemukan burgundynya dengan violet terindah
yang pernah ia lihat “aku mencintaimu Labrador, bukan. Aku mencintaimu Ilyusha
Krat”
“a-aku juga... aku juga mencintaimu
Castor” dan pria cantik tersebut segera memeluk kekasihnya,
menyembunyikan wajahnya yang semakin terasa panas. Castor hanya tertawa melihat
sikap Labradornya yang tak pernah bosan ia lihat.
-2 tahun kemudian-
“ohayou my flower”
Yang di sapa hanya
bersenandung kecil, tanda ia mendengarkan suara di belakangnya. “hei apa yang
lebih penting dari aku hm?” tanya pria berkacamata itu lagi, sekarang ia duduk
di samping istri –ya, sekarang Castor dan Labrador adalah sepasang suami istri-
nya yang sedang sibuk dengan selembar kertas yang ia tau itu adalah sebuah
surat.
“ini surat dari Lem
dan Lirin, serta nilai yang mereka kirimkan. Aku bangga dengan mereka”
Wajah labrador
menyendu kala membaca surat dari kedua adiknya. Ya, Lem dan Lirin mendapatkan
beasiswa untuk bersekolah di 07Ghost Academy, Castor lah yang merekomendasikan
mereka ke sekolah tersebut karena ia sendiri pernah bersekolah disana.
“aku lapar Lab” kata
Castor sambil bermanja ria pada istrinya
“ada pancake di atas
meja, makanlah” jawab Labrador tanpa menatap suaminya-sibuk dengan surat
ditangannya- Castor menghela nafas melihat tingkah Labrador yang akan acuh
dengan sekitarnya saat sudah berhadapan dengan lembaran berisi tulisan, ya
sifat buruk Labrador tidak pernah berubah dari pertama ia mengetahuinya. Lalu
ide jahil pun muncul di benaknya. Dengan seringai di wajahnya, Castor merebut
surat dari tangan Labrador “Hei! Castor, kembalikan..... kumohon” pinta Lab
dengan nada memelas dan ekspresi yang membuat Castor ingin segera menyerangnya.
“.....baiklah..” Castor menghela nafas –kalah dengan hatinya yang luluh oleh
ekspresi menggemaskan Labrador- segera mengembalikan surat itu pada istrinya,
sifat jahilnya ternyata mudah dipatahkan hanya dengan sebuah ekspresi wajah
Labrador yang memang sangat susah untuk saya jelaskan *digaplok* dan akhirnya
Castor pun memutuskan untuk melanjutkan acara tidurnya di pangkuan sang istri
yang tetap sibuk dengan suratnya. “oyasumi my flower” kata Castor sebelum
menutup matanya dan beranjak ke alam mimpi, Labrador hanya tersenyum, dan
kemudian sedikit membungkukan tubuhnya untuk mengecup dahi Castor “oyasumi
Cast”
Dan kisah panjang
nan random ini pun berakhir dengan damai sentosa sejahtera seperti hubungan
kedua insan di atas yang memang kehidupannya selalu dilanda kedamaian.
Author pun undur
diri.
Salam Random.
Anggista Dian
Lestari